ARTIKEL, (Ruangaspirasi.net) Secara periodik Negara di belahan dunia memiliki batas waktu yang telah di atur bersama dalam melaksanakan kepemimpinannya. Baik Negara monarki, aristokrasi dan demokrasi. Di Negara kita contohnya, dalam pergantian pemimpin selalu di mulai dengan pemilihan umum yang bebas rahasia, sebagai Negara yang demokratis, tentu memberikan kebebasan terhadap rakyatnya dalam menentukan pemimpinnya. Karena dalam Negara demokrasi rakyat memiliki peranan penting dalam memilih pemimpin. Bukan hanya kebebasan memilih tapi masyarakat juga di berikan kebebasan untuk di pilih. Hal tersebut senada dengan apa yang telah di kemukakan oleh Abraham Lincoln Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Secara konsep dari pemilu 1955 hingga sekarang Indonesia memiliki perkembangan yang luar biasa dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang terus ditata dengan rapi dalam setiap periodiknya. Sistem pemilu yang terus membaik banyak mengundang decak kagum dari negara lain terhadap sistem yang di gunakan oleh indonesia. Terlepas dari prestasi, capaian dan kekaguman orang lain terhadap sistem pemilu kita. Indonesia masih harus terus mengevaluasi secara Continue, karena selama ini pemilu terkesan sebagai ajang jual beli suara dalam prakteknya. Lalu kapan kepentingan rakyat akan diperjuangkan sementara para stake holder merasa mendapatkan amanah membeli bukan di beri.
Faktor terbesar permisif masyarakat terhadap pemilu di akibatkan oleh praktek Money Politik yang terjadi di seluruh lapisan masyarakat, meskipun tak bisa dipungkiri jambu - jambu steakholder juga menyumbang penderitaan terhadap rakyat. Tidak respectnya masyarakat terhadap pemilihan di picu oleh PHP para pemimpin. Dari sinilah rakyat banyak menyimpulkan dari pada terus terpenjara dalam php, janji palsu mending para pemimpin terlebih dahulu di badget untuk mendapatkan suara.
Walaupun sebenarnya dalam kerangka pemikiran masyarakat hanya sebagai pengganti beli rumput. Di sisi lain politik dengan segala cara untuk mendapatkan hati masyarakat ini juga bisa berakibat fatal, ini bukan hanya sekedar soal komersialisasi. Tapi yang akan terjadi agitasi, saling menjatuhkan dan politik tidak sehat pasti terjadi di gelanggang politik. Semuanya akan terhindar apa bila ketiga kelompok saling mendorong dan memainkan perannya masing-masing dengan sehat. Tiga kelompok besar yang kami maksud. Penyelenggara, Calon dan Masyarakat.
Keberhasilan Pemilu tergantung antusiasnya masyarakat untuk ikut andil dalam penyelenggaraan pemilu, jika masyarakat secara terus menerus hanya dianggap sebagai lahan pembelian suara maka otomatis permisif masyarakat terhadap pemilu akan semakin meningkat, dan i'tikad untuk mencapai pemilu yang luber dan jurdil tidak akan pernah tercapai, penyelenggara harus profesional dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh terkontaminasi oleh kepentingan kelompok yang bisa merusak proses penyelenggaraan pemilu. Politisi ( Calon ) harus memainkan politik secara sportif, karena jika tidak potensi untuk saling menjatuhkan semakin besar, kalau sudah bermain tidak sehat maka rakyat hanya akan menjadi alat atas kepentingan beberapa calon. Ketiganya harus berjalan profesional dan sportif, menghindari politisasi sarah yang tidak menguntungkan, dan transaksional sehingga semuanya berjalan sesuai aturan yang sudah ada, dengan begitu kami meyakini kepentingan rakyat masih menjadi prioritas, jika yang sebaliknya terjadi maka jangan berharap rakyat akan menjadi prioritas dalam pengabdian dan perjuangan.
Peristiwa yang tidak mengenakkan dan merugikan masyarakat pada momentum pemilu sebelumnya menurut penulis sudah cukup menjadi pemebelajaran dan referensi bagi rakyat untuk lebih cerdas dalam menentukan pemimpin mamupun seorang wakil rakyat atau bagi para calon dan penyelenggara, semua kegelisahan diatas akan terjawab apa bila ketiganya saling bekerja sama dengan baik, dan masyarakat mampu menggunakan haknya berdasarkan hati nurani dan rasionalitas tanpa ada tendensi siapapun. Karena ketiga kelompok ini, ibarat sistem yang tidak bisa di pisahkan kesemuanya harus saling mensupport dan mendukung, jika tidak maka akan pincang.
Sudah saatnya rakyat keluar dari cara cara lama dalam menentukan pemimpin. Rakyat harus memilih berdasarkan rasionalitas dan nuraninya sendiri. Dan sudah waktunya kita tidak menggantungkan pilihan kita pada siapapun. Karena pola ikut mengikut hanya akan mengurung kita pada keterpurukan. logikanya suruh menyuruh dalam politik diatur berdasarkan kepentingan mereka yang menyuruh bukan kepentingan kita sendiri. Kita yang lebih tahu dengan kebutuhan kita bukan orang lain yang sepenuhnya mengerti kebutuhan kita.
Masyarakat sudah lelah dengan wacana berdikari dalam bidang politik jangan tambah keresahan mereka dengan politik kotor dan cara" curang tak bertanggung jawab yang berakibat fatal terhadap nasionalisme dan patriotisme yang menyebabkan apatisme masyarakat. Mereka sudah capek menunggu perubahan yang membuat mereka berdikari dalam bidang ekonomi. Hentikan dan sudahi politik tak berkeadaban di 2019. Jangan suguhi terus rakyat dengan janji dan perubahan, penuhi hak mereka perlakukan seperti bagaimana ia di perlakukan sebagai seorang rakyat.
Penulis: Ach Hasan (Mantan Ketua Umum Cabang PMII Situbondo dan Kader BAWASLU Kabupaten Situbondo)