Adi Susianto, M.Sos (Dosen STAI Nurul Huda Kapongan-Situbondo) |
ARTIKEL (Ruangaspirasi.net) Sangat menarik sekali ketika kita membaca buku karya Prof. Dr. H. Achmad Mubarok, M.A dengan judul "Psikologi Dakwah". Banyak ilmu yang harus dipahami oleh seorang dai ataupun khotib. Karena menjadi seorang dai tidak hanya sekedar mengajak, akan tetapi juga merasakan seorang mad'u. Buku ini telah membahas secara komperhensif bagaimana dakwah dilihat dari perspektif psikologi.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat juga ikut meramaikan dalam kata pengantar buku tersebut. Beliau menegaskan bahwa sesungguhnya dakwah itu pada intinya adalah mengajak orang, atau mempengaruhi seseorang untuk dapat mengikuti ajakan seorang dai. Yang menjadi permasalahan pokok adalah bagaimana seorang mad'u dengan sepenuh hati mengikuti ajakan dai. Oleh karena itu, menjadi tugas seorang dai mengetahui kenapa mad'u suka atau tidak suka, faktor yang mempengaruhi dan kecendrungan perilaku manusia sehingga dakwahnya sesuai dengan kebutuhan mad'u.
Pada hakikatnya, manusia memiliki rasa ingin diperhatikan, disukai dan dicintai. Jika ada seseorang yang ditolak dakwahnya, perlu instropeksi diri. Apakah dai tersebut sudah memenuhi kebutuhan mad'u?. Jika penolakan tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan seorang mad'u maka itu masih dalam kewajaran. Karena dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa word dont mean, people mean (kata tidak memberikan arti apa apa, manusialah yang memiliki arti)
Dari sinilah perlu ditegaskan kembali, bahwa seorang dai maupun khotib sangat dituntut mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sasaran dakwah. Seperti halnya manusia yang memiliki perilaku temperamental. Tempramen dapat berasal dari karakter manusia itu sendiri, juga ada karena reaksi sebuah aksi. Tempramen yang berasal dari manusia itu sendiri, itu sulit untuk berubah karena berkaitan dengan biopsikologi. Sedangkan yang menupakan reaksi atau penilaian dari suatu aksi itu bermacam-macam tolak ukur yang dianutnya. Berdasar kadar keilmuan, situasi dan kondisi masyarakat. Nah, seorang dai pasti akan menghadapi karakteristik masyarakat yang berbeda-beda. Pengetahuan tentang hal tersebut , perlu dipahami oleh seorang dai sehingga memudahkan memilih pendakatan dakwah dan materi yang akan diangkatnya. Karena ada pedoman nabi tentang seorang dai khotibu an-nasi ala qadri uqulihim (dakwailah/bicaralah dengan manusia berdasarkan kadar pengetahuan mereka).
Akhir-akhir ini, ada beberapa seorang dai yang ditolak di beberapa daerah. Alasan menolak dai tersebut tidak lain karena konten materi dakwah yang radikal, terindikasi membenturkan konsep cinta tanah air dengan agama dan kecenderungan hatespeech dalam setiap penyampaian materi dakwah.
Lalu bagaimana seharusnya materi dakwah itu? Apalagi ketika disampaikan di mimbar pada saat jumatan.
Solusinya adalah islam moderat (washatiyah). Meyampaikan materi islam moderat dalam setiap khotbah jauh lebih baik. Bahkan akan lebih bisa membangun masyarakat yang madani dan damai.
Moderasi islam Indonesia menurut KH. Hasyim Muzadi adalah memiliki cara berfikir keagamaan yang mengikuti ahlussunnah wal jamaah yang diimplementasikan dalam kontek keindonesiaan dengan mengkolaborasikan antara fikih, ibadah dan tasawuf secara bersama. Indonesia berkarakter keagamaan yang taat tanpa menghilangkan kebangsaan. Sehingga ummat islam dapat hidup berdampingan dengan non muslim tanpa meninggalkan identitas keagamaan. Pemikiran moderasi islam yang dirintis oleh ulama dapat dipahami oleh semua aliran, baik radikal maupun liberal. Moderasi islam cocok berada di Indoensia.
Dari sinilah, agama perlu dikembalikan lagi sebagai sumber moralitas yang selalu membimbing ummatnya dalam semua aspek. Melalui aspek moral, harapan bangsa akan tampak lebih cemerlang. Sehingga kekerasan tidak lagi beroperasi, kedamaian kembali menjadi perhiasan kehidupan.
Visi moderasi islam adalah tawaran kacamata cara pandang dan konsep yang ideal. Konsep dan aktualisasi washatiyah adalah konsep penting yang berkaitan dengan islam serta pengalamannya untuk membentuk kepribadian seorang muslim, konsep ini pada konsep ummatan washatan.
Benang merahnya adalah untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang madani dengan moderasi islam harus diteladani dulu oleh seorang dai yang menjadi panutan. Salah satunya dalam penyampaian materinya ketika khotbah. Dimana semua muslimin wajib mendengarkan khotbah jumat. Itu adalah waktu strategis untuk menyampaikan materi materi islam moderat demi terciptanya kedamaian dalam menjalankan kehidupan.
Penulis : Adi Susianto, M.Sos (Dosen STAI Nurul Huda Kapongan-Situbondo)