Gambar Ilustrasi |
ARTIKEL (Ruangaspirasi.net) Saat kita kecil dulu ketika ditanya apa cita-citanya. Jawabnya pasti standar saja, ada yang jadi guru, dokter, Polisi, direktur hingga Presiden. Berbeda jauh dengan anak sekarang yang ketika ditanya tentang cita-citanya ialah “ingin menjadi sebagai Youtuber dan Vlogger”. Jawaban dari seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar ini mengisaratkan bahwa saat ini kita berada di lingkungan teknologi.
Chris Skinner mantan Asisten Khusus Presiden di Gedung Putih Amerika dalam bukunya yang berjudul “Manusia Digital” menjelaskan digitalisasi planet ini sedang menghasilkan sebuah trasformasi besar di penggunaan teknologi, seakan-akan semua manusia akan terlibat di dalam satu kesatuan jaringan internet. Lalu Yuval Noah Harari Ph.D dosen Sejarah di Universitas Ibrani Yerusalem dalam bukunya “Homo Deus” juga menjelaskan bahwa saat ini secara besar-besaran umat manusia melakukan evolusi alam digantikan teknologi, dengan contoh kecerdasan buatan dan rekayasa genetika. Ini yang dimaksud penulis, kita sekarang berada di lingkungan teknologi. Pada buku yang akan penulis proses menjelaskan sedikit definisi lingkungan teknologi, ialah sebuah lingkungan virtual yang berisi informasi digitalisasi yang dikonsumsi oleh masyarakat sehingga dapat mempengaruhi individu atau kelompok masyarakat.
Bukan menjadi pemandangan yang sangat langka lagi melihat anak-anak yang masih berumur 3 tahun memiliki sebuat gadget. Pada saat anak pulang sekolah yang dicari hanya gadgetnya, mau makan masih lekat dengan gadtgetnya, pada saat berkumpul dengan keluarga juga masih disibukkan dengan gadgetnya. Memegang hp berjam-jam, stalking, membuat status, axsis di dunia maya menjadi kesibukan kalangan remaja dewasa ini. Penggunaan handphone yang berlebihan seperti ini akan berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak. Bisa kita lihat pada penelitian tentang penggunaan gadget yang dilakukan oleh Versapak, mengungkapkan masyarakat Inggris mengalami yang namanya nomophobia dengan persentase 41 warga merasakan nomophobia dan 51 persen mengalami nomophobia ekstrem (Desmuflilah, 2015). Nomophobia ini merupakan ketergantungan masyarakat Inggris dengan penggunaan smartphone. Mereka akan akan merasa ketakutan jika aktifitas sehari-harinya tidak didampingi oleh smartphone. Aktifitas-aktifitas seperti ini akan membentuk suatu fikiran anak bahwa seakan-akan dunia realitas mereka adalah dunia maya. Mereka akan mengabaikan suatu realitas interaksi sosial yang seharusnya terjadi yaitu realitas berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
Maka yang perlu kita perhatikan dari analisis rasional dan emperis di atas, selain tri pusat pendidikan yang disebutkan oleh Ki Hajar Dewantara (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat), harus juga memperhatikan Caturpusat pendidikan yang di dalam terdapat lingkungan teknologi ( lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan teknologi).
Penulis: Faisal Faliyandra, M.Pd (Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Huda)