MASYARAKAT NU DI TENGAH HIPNOTIS NEOLIBERAL; Refleksi Harlah NU ke 93 -->
Cari Berita

Advertisement

MASYARAKAT NU DI TENGAH HIPNOTIS NEOLIBERAL; Refleksi Harlah NU ke 93

Redaksi
Jumat, 01 Februari 2019

MASYARAKAT NU DI TENGAH HIPNOTIS NEOLIBERAL; Refleksi Harlah NU ke 93
Achmad Nur. MA ketua Lakpesdam NU Situbondo

ARTIKEL (Ruangaspirasi.net) Seiring dengan perjalanan waktu, 31 januari 2019 NU telah berusia 93 tahun dan 2026 pengabdian NU pada agama, bangsa dan negara telah memasuki satu Abad (100 th). Di tengah pengabdian yang terus bergerak dan melaju menatap arah baru perjuangan, Nahdlatul Ulama dihadapkan pada beberapa gerakan yang dapat melumpuhkan organisasi, dan memandulkan semangat perjuangan kaum Nahdliyyin, salah satunya adalah gerakan ekonomi liberal, yang akrab disebut neoliberalisme.

Neoliberalisme sebagai bentuk paham liberal yang mengusung sendi-sendi kebebasan dengan bentuk dan model baru, dan menekankan pada aspek liberalisasi ekonomi atau ekspansi pasar, dengan kata lain neoliberalisme akrab disebut sebagai kapitalisme global. Dalam istilah Mansur Faqih disebut sebagai usaha integritas ekonomi bangsa ke dalam suatu ekonomi global. Artinya, kebebasan untuk melakukan akses ekonomi dan proses komodifikasi secara global semakin dibuka lebar, tanpa memperhatikan batas-batas teritorial. Ketika, pada realitasnya Indonesia masih dalam kondisi terjajah oleh Negara maju, maka akan mengakibatkan dampak sosial yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Dikatakan demikian, karena produk- produk kapital yang tertanam di Indonesia hanya akan menguntungkan pemilik modal, dan masyarakat hanya menjadi konsumen pasif, yang digerakkan oleh citra-citra yang bersemayam di dalam produk tersebut.

Berbicara masyarakat Indonesia, NU yang memiliki basis masyarakat paling besar di Indonesia, dan memiliki basis masyarakat petani, pedesaan, dan terpinggirkan secara social, secara implicit dan eksplisit akan semakin tersingkir dan terjerat oleh hipnotis neoliberal yang mengedepankan persaingan dalam akses ekonomi.

Menurut amatan penulis, ditengah cengkeraman neoliberalisme, masyarkat NU akan mengalami beberapa kerugian dan ancaman kedepan: Pertama, elit ulama NU yang notabene kaum santri akan terancam baik pada level ekonomi maupun greet individual (karisma), karena ada aktor neoliberal yang akan merebut kekuasaan lokal, dalam sebuah daerah demi kepentingan dan kemenangan pemilik modal, bukan kepentingan masyarakat NU.

Saat ini masyarakat sudah banyak tergiur oleh produk produk kapitalis, bahkan dijadikan sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Masyarakat lebih banyak merubah pola hidupnya berdasar citra kapital sebagai sindrom kemajuan zaman, bukan lagi merubah pola hidupnya berdasar kemaslahatan dan kesejahteraan sosial, sebagaimana tercermin dalam nilai nilai Aswaja.

Kedua, eksistensi NU sebagai organisasi akan tercerai berai, akibat propaganda neoliberal berdasar penciptaan problem-problem sosial baru, yang natinya kekuatan modal akan menjadi penawarnya. Hal ini, dapat dilihat pada maraknya masyarakat NU yang kerap kali menggunakan identitas ke NU-annya sebagai modal untuk memperoleh penghasilan untuk dirinya,(baik melalui politik maupun proyek pembangunan) bukan memperbaiki dirinya dan umat.

Fenomena ini secara analogis pernah ditegaskan oleh K.H Abdul Muchith Muzadi, bahwa NU itu untuk ndandane awak (memperbaiki diri) bukan golek iwak (cari penghasilan). Ketika hal ini dibiarkan begitu saja, tanpa benteng yang kuat, maka tidak menutup kemungkinan NU akan tergadaikan, pada pemilik modal. Ketiga, generasi muda NU akan semakin teralinasi akan ke NU-annya, dan kehilangan orientasi, karena saat ini potensi kaum muda NU belum mampu di kelola dengan baik sehingga membentuk sebuah kekuatan besar yang berada dalam payung NU, untuk melakukan perubahan social keagamaan, walaupun IPNU sudah ada namun, pada kenyataannya belum mampu mengakomodir potensi kaum muda NU. Saat ini, kaum muda NU justru lebih banyak tergoda oleh lipstick kuasa produk kapital, sebagai sindrom life style.

Berdasar analisis di atas, NU harus lebih progresif kritis, dalam menyikapi perkembangan zaman, khususnya neoliberalisme. Ada beberapa langkah konseptual untuk mengeluarkan cengkraman neoliberalisme dari tubuh masyarakat NU, dan masyarakat Indonesia. a) NU harus memiliki desain konsep perbaikan ekonomi umat dengan mengelola para sarjana sarjana kaum NU yang memiliki potensi di bidang ilmu ekonomi. b) Mensosialisasikan, menanamkan dan menegakkan konsep neo-Aswaja yang memiliki misi pembebasan terhadap segala bentuk penindasan baik yang berupa eksploitasi ekonomi oleh pemilik modal kepada masyarakat, maupun tirani politik kekuasaan yang juga di pelopori oleh kaum pemilik modal dengan berusaha membeli dan mempengaruhi masyarakat melalui modal yang dimiliikinya. c) Mengelola dan membentuk kesatuan para kaum agnia, dan para pengusaha muslim NU, guna memikirkan bersama bagaimana ekonomi masyarakat NU, dan masyarakat muslim Indonesia. Melalui resep diatas, minimal masyarakat khususnya warga NU akan lebih mengenali dirinya sendiri, mampu bersikap mandiri, kreatif dan mampu menyadari pentingnya semangat perubahan tanpa harus terlena dengan adanya kemajuan yang meninabobokkan.

Penulis: Achmad Nur. MA
Ketua Lakpesdam NU Situbondo